Syekh M Nawawi Banten: Doa Makanan Yang Diragukan Kehalalannya
Sekali waktu kita tentu diundang makan oleh pihak lain. Sementara kita sendiri tidak dapat mengetahui dengan yakin soal kehalalan makanan tersebut karena komposisi bahan baku makanan atau sumber materi yang digunakan untuk membuat masakan tersebut.
Syekh M Nawawi Banten mengutip doa Syekh Sya‘rani ketika diundang untuk jamuan makanan yang diragukan kehalalannya.
اللَّهُمَّ احْمِنِي مِنَ الأَكْلِ مِنْ هَذَا الطَعَامِ الَّذِي دُعِيْتُ إِلَيْهِ فَإِنْ لَمْ تَحْمِنِي مِنْهُ فَلَا تَدَعْهُ يُقِيْمُ فِي بَطْنِي فَاحْمِنِي مِنْ الوُقُوْعِ فِي المَعَاصِي الَّتِي تَنْشَأُ مِنْهُ عَادَةً فَإِنْ لَمْ تَحْمِنِي مِنَ الوُقُوعِ فِي المَعَاصِي فَاقْبَلْ اسْتِغْفَارِي وَأَرْضِ عَنِّي أَصْحَابَ التَّبَعَاتِ فَإِنْ لَمْ تَقْبَلْ اسْتِغْفَارِي وَلَمْ تُرْضِهِمْ عَنِّي فَصَبِّرْنِي عَلَى العَذَابِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Allāhummahminī minal akli min hādzat tha‘āmil ladzī du‘ītu ilahi. Fa in lam tahminī minhu, fa lā tada‘hu yuqīmu fī bathnī. Fahminī minal wuqū ‘I fil ma‘āshīl latī tansya’u minhu ‘ādatan. Fa in lam tahminī minal wuqū‘I fil ma‘āshī, faqbal istighfārī wa ardhi ‘annī ashhābat taba‘āti. Fa in lam taqbal istighfārī wa lam turdhihim ‘annī, fa shabbirnī ‘alal ‘adzābi, yā arhamar rāhimīna.
Artinya, “Ya Allah, lindungi aku dari mengonsumsi makanan ini yang mengundangku untuk itu. Jika Kau tidak melindungiku darinya, jangan biarkan dia bermukim di perutku. Lindungilah aku dari maksiat yang biasanya muncul karena makanan seperti ini. Kalau Kau tidak melindungiku dari maksiat, terimalah istighfarku. Buatlah mereka yang memiliki hak atasku ridha. Jika Kau tidak menerima istighfarku dan tidak membuat mereka yang memiliki hak atasku ridha, berikanlah kekuatan bagiku dalam menanggung azab-Mu, wahai Tuhan yang maha pengasih,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten dalam Syarah Qamiut Thughyan, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 12).
Islam mengajarkan umatnya untuk berhati-hati dalam mengonsumsi makanan dan minuman. Adapun makanan yang kita ragu, boleh saja dimakan dalam kondisi terpaksa. Selebihnya kita bertawakal. Wallahu a‘lam.
(Alhafiz K)
Nuonline
Sekali waktu kita tentu diundang makan oleh pihak lain. Sementara kita sendiri tidak dapat mengetahui dengan yakin soal kehalalan makanan tersebut karena komposisi bahan baku makanan atau sumber materi yang digunakan untuk membuat masakan tersebut.
Syekh M Nawawi Banten mengutip doa Syekh Sya‘rani ketika diundang untuk jamuan makanan yang diragukan kehalalannya.
اللَّهُمَّ احْمِنِي مِنَ الأَكْلِ مِنْ هَذَا الطَعَامِ الَّذِي دُعِيْتُ إِلَيْهِ فَإِنْ لَمْ تَحْمِنِي مِنْهُ فَلَا تَدَعْهُ يُقِيْمُ فِي بَطْنِي فَاحْمِنِي مِنْ الوُقُوْعِ فِي المَعَاصِي الَّتِي تَنْشَأُ مِنْهُ عَادَةً فَإِنْ لَمْ تَحْمِنِي مِنَ الوُقُوعِ فِي المَعَاصِي فَاقْبَلْ اسْتِغْفَارِي وَأَرْضِ عَنِّي أَصْحَابَ التَّبَعَاتِ فَإِنْ لَمْ تَقْبَلْ اسْتِغْفَارِي وَلَمْ تُرْضِهِمْ عَنِّي فَصَبِّرْنِي عَلَى العَذَابِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Allāhummahminī minal akli min hādzat tha‘āmil ladzī du‘ītu ilahi. Fa in lam tahminī minhu, fa lā tada‘hu yuqīmu fī bathnī. Fahminī minal wuqū ‘I fil ma‘āshīl latī tansya’u minhu ‘ādatan. Fa in lam tahminī minal wuqū‘I fil ma‘āshī, faqbal istighfārī wa ardhi ‘annī ashhābat taba‘āti. Fa in lam taqbal istighfārī wa lam turdhihim ‘annī, fa shabbirnī ‘alal ‘adzābi, yā arhamar rāhimīna.
Artinya, “Ya Allah, lindungi aku dari mengonsumsi makanan ini yang mengundangku untuk itu. Jika Kau tidak melindungiku darinya, jangan biarkan dia bermukim di perutku. Lindungilah aku dari maksiat yang biasanya muncul karena makanan seperti ini. Kalau Kau tidak melindungiku dari maksiat, terimalah istighfarku. Buatlah mereka yang memiliki hak atasku ridha. Jika Kau tidak menerima istighfarku dan tidak membuat mereka yang memiliki hak atasku ridha, berikanlah kekuatan bagiku dalam menanggung azab-Mu, wahai Tuhan yang maha pengasih,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten dalam Syarah Qamiut Thughyan, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 12).
Islam mengajarkan umatnya untuk berhati-hati dalam mengonsumsi makanan dan minuman. Adapun makanan yang kita ragu, boleh saja dimakan dalam kondisi terpaksa. Selebihnya kita bertawakal. Wallahu a‘lam.
(Alhafiz K)
Nuonline
No comments:
Post a Comment