Dibaca setelah habis dzikir shalawatan.
Di zaman Rasulullah, ada seorang lelaki yang tertimpa musibah dan sakit hingga matanya mengalami kebutaan. Karena tak kuasa dengan penderitaan yang dialaminya, dia pergi menghadap Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Dia memohon agar kepada Nabi untuk mendoakan dirinya agar bisa sembuh dari penyakitnya. Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Pergilah ambil wudhu dan shalatlah dua rakaat, lalu bacalah bacalah doa ini:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّيْ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّيْ أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّيْ وَيَقْضِيْ حَاجَتِيْ
Allâhumma innî as-aluka wa atawajjahu ilaika binabiyyi muhammadin nabiyyir rahmah, ya muhammad innî atawajjahu bika ilâ rabbî wa yaqdhî hâjatî
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pada-Mu dan aku menghadap pada-Mu perantara Nabi Muhammad, Nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku memohon kepada Tuhanku dengan engkau terkait dengan hajatku agar dikabulkan.” (HR. An-Nasa’i)
Maka, seketika orang itu sembuh dari penyakit yang dialaminya. Matanya tak lagi buta, dia kembali sehat berkat doa yang diajarkan Nabi.
Versi lain:
DOA TAWASSUL
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ وَاَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلىَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ, يَامُحَمَّدُ يَانَبِيَّ الرَّحْمَةِ, إِنِّى تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّى فِى حَاجَتِى هَذِهِ لِتُقْضِيَ لِى, ...... اَللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ وَشَفِّعْنِى فِى نَفْسِى.
Bismillaahir-rahmaanir-rahiim. Alloohumma inni as-aluka wa atawajjahu ilaika binabiyyika mu-hammadin shallalloohu ‘alaihi wasallam nabiyyir-rahmah. Yaa muhammad, yaa nabiyyar-rahmah, innii atawajjahu bika ilaa rabbii fii haajatii hadzihii lituqdhaa lii .... (Sebutkan apa keperluan, permintaan atau hajat Anda). Alloohumma fasyaffi’hu fiyya wasyaffi’nii fii nafsii.
Artinya : “Dengan menyebut asma’ Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu dengan perantaraan Nabi-Mu Muhammad saw, Nabi pem-bawa rahmat. Wahai Muhammad! Wahai Nabi pembawa rahmat! Aku menghadap dengan peran-taraanmu kepada Tuhanku dalam urusan hajat keperluanku ini agar dikabulkan.... (sebutkan apa hajat Anda). Yaa Allah! Berilah beliau syafaat untukku dan berilah aku syafaat untuk diriku sendiri”.
Doa yang memuat contoh penyebutan dan tawajjuh ini sangat populer di zaman Nabi dan masa sahabat. Meski doa ini menjadi sebab kemunculannya adalah untuk menyembuhkan kebutaan, tapi dalam praktiknya dia merupakan doa segala hal, terutama saat ditimpa cobaan berat.
Bahkan, dahulu pernah ada seseorang yang menghadap khalifah Utsman ibn Affan untuk memohon bantuan dengan segera. Tapi sayang, sang Khalifah tak menggubrisnya ia bahkan tak menoleh ke arah orang itu sama sekali. Maka dia pulang dengan tangan kosong tanpa hasil apa pun. Lelaki itu lantas mengadu pada Utsman ibn Hanif. Mendengar pengaduannya, Utsman ibn Hanif lalu menyuruhnya wudhu dan menuju masjid untuk shalat dua rakaat. Utsman ibn Hanif berpesan agar usai shalat, lelaki itu mengucapkan doa di atas.
Akhirnya, lelaki itu melaksanakan saran Utsman ibn Hanif dan kembali menghadap sang Khalifah. Sesampainya di rumah sang Khalifah, tiba-tiba ia disambut dengan hangat dan langsung ditanya sang Khalifah, “Apa yang bisa saya bantu?” Maka lelaki itu pun mengadukan segala hal yang mungkin bisa dibantu sang Khalifah. Kisah itu diabadikan dalam kitab, At-Targhîb fi Ad-Du’â’ karya Abdul Wahid Al-Maqdisi.
Sahabatku, lihatlah redaksi hadis ini, "Aku menghadap kepada-Mu perantara Nabi Muhammad, Nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku memohon kepada Tuhanku dengan engkau terkait dengan hajatku agar dikabulkan.”
Sebuah permohonan doa yang menggunakan perantara Rasulullah untuk menguatkan agar doa terkabul. Di zaman Khalifah Usman, Nabi telah wafat, namun redaksi tawajuh dan perantaranya masih terus digunakan, sebagaimana kita berselawat saat tahiyyat. Dari pelajaran ini kita juga bisa memahami bahwa pada setiap kita berdoa kita harus mendahuluinya dengan shalawat Nabi. Doa bisa tertolak tanpa shalawat. Rangkaian doa dari awal hingga akhir adalah satu kesatuan munajat, dimana tanpa perantara Rasul doa menjadi kurang sah.
Maka, tak heran sahabat, tabiin, tabi tabiin, seringkali melakukan tawassul dengan model doa seperti itu tapi dengan redaksi berbeda. Shalawat menjadi doa dan munajat yang melekat di hati mereka. Mereka menulis syair, pujian, burdah, dan sejenisnya untuk memuliakan dan mengagungkan Nabinya.
Allahumma shalli wa sallim 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala ali sayyidina Muhammad.
No comments:
Post a Comment